Angke dan Code, Varietas Unggul
Padi Tahan Hawar Daun Bakteri
Pemerintah optimis akan
meningkatkan produksi beras pada tahun 2007 ini. Untuk
mencapai target tersebut perlu dilakukan perubahan dalam
berbagai hal, termasuk sarana dan prasarana. Perubahan yang
dilakukan diantaranya penggunaan varietas unggul oleh
petani. Harus diakui varietas unggul adalah salah satu
komponen utama dalam peningkatan produksi padi.
Di lapangan, penggunaan
benih yang digunakan oleh petani sering terkendala oleh
berbagai hama dan penyakit.
Hawar Daun Bakteri (HDB) dan blas merupakan penyakit
paling penting dan menyebabkan penurunan hasil padi di sawah
maupun lahan kering. Salah satu daerah endemisnya adalah
Cianjur. HDB dan blas mempunyai banyak varian sehingga
dapat mematahkan ketahanan varietas padi akan penyakit.
Sebenarnya, varietas unggul
yang tahan berbagai macam hama dan penyakit akan mempunyai
spektrum ketahanan lebih luas. Dalam perjalanannya,
pembentukan varietas bisa lebih mudah dan efisien apabila
diseleksi dengan bantuan bioteknologi khususnya menggunakan
marka molekuler.
Dalam rangka pengenalan dan
diseminasi produk hasil penelitian, Balai Besar Penelitian
dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik
Pertanian (BB-Biogen)
bekerja sama dengan Balai Besar Penelitian Padi (BB
Padi), Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP)
Jawa Barat, dan Dinas Pertanian Kabupaten Cianjur mengadakan
kegiatan panen padi varietas Code dan Angke di kampung
Andir kecamatan Ciranjang, Cianjur Propinsi
Jawa Barat,
Rabu 18 April 2007 lalu.
“Varietas
Angke dan Code dibentuk dengan metode silang balik (back
cross) oleh peneliti di BB-Biogen dengan IR64 sebagai
tetua berulang serta IRBB5 dan IRBB7 sebagai tetua donor
masing-masing untuk gen ketahanan terhadap HDB Xa5 dan Xa7,”
ungkap Kepala BB-Biogen Dr.
Sutrisno kepada Majalah Agrotek usai melakukan panen
padi tersebut.
Varietas Angke dan Code
dibuat untuk dapat menggantikan IR64 yang selama ini banyak
digunakan oleh petani. Saat ini di beberapa tempat yang
endemis HDB, hasil panen gabah kering dari varietas IR64
turun hingga 20%. Padahal IR64 merupakan varietas favorit
petani.
“Untuk mensiasati agar
terdapat padi sejenis IR64 namun tahan terhadap HDB, maka
dibentuklah kedua varietas ini (Angke dan Code, red.). Tentu
saja keduanya mempunyai sifat-sifat yang mirip dengan IR64,
seperti, umur 115-120 hari, tinggi tanaman 90-100 cm, mutu
beras baik, tahan hama wereng coklat biotipe 1 dan 2,” imbuh
Sutrisno.
Para petani yang tergabung
dalam Kelompok Tani Hegar Tani di Ciranjang, Cianjur, sangat
antusias dengan kedua varietas anyar tersebut. Bahkan di
lapangan kedua varietas tersebut bisa menghasilkan panen
hingga 8 ton/ha.
Padahal pada awal uji lokasi pada tahun 2001,
hanya menghasilkan 6 ton/ha.
Bisa dibilang panen padi
Code dan Angke telah sukses. Namun yang harus dilakukan
untuk mendapatkan hati dari para petani adalah sosialisasi
dan penyedian benih kedua varietas tersebut di setiap
daerah, khususnya daerah endemis HDB. “Karena dengan
menggunakan varietas unggul seperti Angke dan Code,
Indonesia berpeluang besar untuk meningkatkan produksi padi
nasional sekaligus mensukseskan target pemerintah untuk
swasembada beras,” ujar Sutrisno.
Other news
from the Indonesian
Agency for Agricultural Research and Development